Batik Sarita Toraja

21 April 2017
Kain Sarita adalah Kain batik asli yang dibuat oleh nenek moyang Toraja yang mengandung nilai-nilai dan falsafah hidup suku Toraja, kain ini memiliki banyak keistimewaan bagi masyarakat setempat. Di antaranya adalah sebagai penolak bala, memiliki khasiat untuk memberi keberuntungan-mendatangkan berkah, dan sebagai penghubung antara manusia dengan nenek moyangnya.


Corak-corak yang terdapat pada kain ini menunjukkan tingkat status sosial dan kekayaan si pemilik kain. Dalam berbagai ritual adat Toraja seperti Rambu Tuka’ (Ritual kehidupan/sukacita atau syukur) dan Rambu Solo’ (Ritual upacara kematian) masyarakat Toraja menggunakan kain sarita ini sebagai bagian dari upacara tersebut misalnya sebagai hiasan kain gantung di rumah Tongkonan, Tombi/umbul-umbul, rumah penyambutan tamu, hiasan tanduk kerbau, hiasan penari, hiasan peti mati dan masih ada beberapa kegunaan lainnya. Menurut legenda setempat, kain Sarita dibawa oleh nenek moyang suku Toraja yang pertama kali dating ke bumi dari dunia atas kemudian menetap di bumi.

Dari hasil penelusuran Peneliti Batik, William Kwan Hwie Liong, dari wawancara lapangan terhadap beberapa narasumber di kab. Toraja Utara, terutama Bp. Aras Parrura dan F. Buntang (Rantepao) dan dari sumber tertulis buku Fiona Kerlogue "The Book of Batik" tentang ekspor kain sarita dari Belanda ke Sulawesi antara tahun 1880 sampai 1930. Data lapangan mengkonfirmasi tahun awal datangnya sarita Belanda (1880) tetapi belum ada keterangan tentang akhir pengiriman sarita Belanda. Kerlogue juga menyebutkan bahan pembuatan kain sarita dari bubur ketan (rice paste) dan malam (wax). William Kwan Hwie Liong tidak menjumpai seorangpun narasumber yang dapat menyebutkan aspek teknis pembuatan sarita. Bahkan, warna indigo pun sudah tidak seorangpun yang mengenalnya termasuk jenis tanaman tersebut. William Kwan Hwie Liong mengidentifikasi tanaman indigo di sepanjang pantai Maros, Pangkep dan Pare-pare, tetapi belum menjumpainya di Toraja (masih terus dicari). Berdasarkan pemeriksaan garis motif sarita kuno yang sangat tegas dan mulus di berbagai museum Toraja, beliau cenderung berpendapat bahan pembuatan batik tersebut adalah malam (wax) dan bukan bubur ketan yang mudah retak sebagaimana halnya pembuatan kain simbut yang dipakai suku Baduy, Banten. Sayang sejak akhir abad XIX teknik batik tulis sarita mulai menghilang. Kini kain Sarita hanya dibuat melalui teknik sablon (screen printing).

Sejak tahun 2013 batik Toraja mulai dikembangkan kembali melalui program Sentra Kreatif Rakyat Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif di daerah Kete Kesu, Batutumonga, Rantepao dan Makale. Batik Toraja sekarang dibuat dengan alat utama berupa pena dan kuas bambu (bukan canting seperti di Jawa). Motif yang dipakai adalah motif-motif Toraja. Pewarnaan menggunakan bahan pewarna alami tumbuh-tumbuhan.

tas kulit etnik
Motif Sarita di Produk Janedan